Penyesalan Terbesar?

Aku menulis ini teruntuk orang yang aku hiraukan keberadaanya saat masih di dunia. Dia yang selalu tulus menyayangiku, menungguku pulang tak peduli semalam apapun, berusaha mengerti apa yang aku rasakan. Tapi yang kuperbuat padanya hanyalah keegoisan belaka dan bukan manusia.

Apakah aku menyesal? Iya. hanya itu yang bisa kuungkapkan dari banyaknya alasan yang tertutupi. Aku berusaha meminta maaf meski terlambat, doa yang kusampaikan, air mata yang jatuh, semua karena kebodohanku di masa itu. Andai aku bisa memutar waktu, aku ingin bersamanya jauh lebih lama dan tidak meninggalkan dia sendirian.

Saat terakhir, yang kuingat hanyalah ucap tulus dari mulut yang mengatakan “masih kangen sama Mita”. Apa yang kulakukan saat itu? Aku tidak peduli apapun, aku lelah dan aku ingin memenuhi inginku saja. Andai aku lebih dewasa untuk menyikapi semua itu, apakah aku tidak akan menyesal seperti ini?

Pikiranku melantur kemana mana, ada yang berbisik “kamu membunuhnya secara tidak langsung”. Aku salah. Aku memang salah. Andai aku bisa menemaninya hingga hari Sabtu sesuai keinginan sederhananya. Apa yang salah dariku saat itu? Aku perempuan yang jahat.

Saat ini, apakah dia sudah bahagia di sisi Tuhan? Apakah dia pun sudah bertemu dengan belahan jiwa yang selalu ia sapa melalui foto dipagi hari dan malamnya? Aku harap dia bahagia di sana, dan aku harap.. dia mau memaafkan aku.

Selamat Tinggal yang Terakhir

Hi kamu, orang yang mendampingiku hampir 3 tahun lamanya. Maafkan aku, bukannya aku tidak menyayangimu pada saat itu. hanya saja, semua terlalu tidak benar untuk kita berdua. Saling memaksa kehendak hanya demi sesuatu dunaiwi fana.

Apa kabar? Aku yang saat ini sudah berdamai dengan keadaan, tapi juga berharap agar kamu bisa pulih dengan cepat. Maafkan sekali lagi, hatiku sudah tak ada lagi padamu ketika kamu mengatakan bahwa kamupun ragu kepadaku. Bagiku, keputusanku saat itu sudah tepat bagi kita berdua.

Hei, kamu itu manusia kuat. Jangan terus mengeluh dan mau kalah pada jahatnya hidup. Aku yang kamu tau memiliki mental cukup dibawah rata-rata saja bisa berbahagia saat ini. Akupun berharap kamu lebih dari itu. Kamu bisa mengumpatiku jika mau.

Tulisan ini adalah surat terakhirku untuk kamu. Bukan aku tidak mau untuk memberimu surat lainnya, tapi untuk apa? Kita bukan siapa-siapa lagi dan aku yang saat ini, maaf, tidak bisa menerimamu lagi. Meskipun begitu, kita pernah menjadi sepasang kekasih yang bahagia pada masanya.

Pada surat terakhirku ini, aku hanya ingin mengatakan, maaf. Maaf untuk semua sedih dan pedih yang kuberi padamu. Aku berharap kamu bisa menemukan pengganti yang lebih baik dariku. Aku saat ini, hatiku sedang beristirahat sambil berjalan perlahan menemukan seseorang yang juga bisa mendampingiku selamanya kelak. Doakan aku, akupun mendoakanmu. Selamat tinggal untuk yang terakhir